C ANALISIS HERMENEUTIK DALAM PUISI-PUISI CHAIRIL ANWAR Hermeneutik ialah suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan penafsiran, interpretasi, dan pemahaman teks. , "Senja di Pelabuhan Kecil", atau "Yang terampas dan yang Putus" secara kesusastraan, namun sajak-sajak demikian sama sekali tidak memiliki peluang untuk diapresiasi secara massal Dizat mu, di zatku kapal-kapal kita berlayar. Di urat mu, di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh. 7. Senja di Pelabuhan Kecil. Menurut jurnal berjudul Analisis Struktur Baris Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” Karya Chairil Anwar, menjelaskan bahwa Puisi ini menggambarkan kondisi dari kesedihan, ratapan, dan duka. SIASIA Puisi Chairil Anwar - Penghabisan kali itu kau datang Membawa kembang berkarang Mawar merah dan melati putih Darah dan suci. Kau tebarkan depanku. Senja Di Pelabuhan Kecil. By Iman K. September 23, 2016 January 24, 2018 PUISI. HAMPA, PUISI CHAIRIL ANWAR. By Iman K. September 23, 2016 January 24, 2018 PUISI. Yang pertama saya mengambil judul " Senja di pelabuhan kecil". Yang kedua yaitu berjudul "Aku". Yang ketiga berjudul " Doa". Dan yang terakhir yaitu berjudul "Karawang Bekasi". Keempat puisi ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan mimetik, karena pemilihan bahasa dalam puisi ini memiliki nilai kehidupan nyata di mata pembaca. Struktur Fisik Puisi Senja Di Pelabuhan Kecil Berdasarkan kajian pada struktur fisik dapat diketahui lebih jauh mengenai gambaran puisi ini. Tokoh Aku pada puisi tersebut tampaknya merupakan tokoh tunggal, peyair menyebut hanya satu kali pada puisi tersebut , yaitu pada kalimat "Aku sendiri". Dịch VỄ Hỗ Trợ Vay Tiền Nhanh 1s. SENJA DI PELABUHAN KECIL buat Sri Ajati Sebuah Senja untuk Sri Arjati foto Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 1946 1. Analisis Diksi Pilihan kata dalam puisi ini terlihat biasa dan terkesan kata-kata yang digunakan dalam kesehariaannya. Tetapi arti katanya bukan arti yang sebenarnya. Walaupun dengan kata-kata yang biasa tapi Chairil memberikannya sebaagai kata-kata yang mengandung makna konotasi. Seperti kata gudang, rumah tua pada cerita, tiang serta temali. Bagi penyair gudang dan rumah tua dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna seperti dirinya yang dianggap tiada berguna lagi. Kata ”mempercaya mau berpaut” itu sebenarnya juga berarti harapan Chairil akan kekasihnya. Pilihan kata seperti kelam dan muram juga memberi kesan pada makna kesedihan yang dirasakan. Kata menemu bujuk pangkal akanan juga merupakan harapan penyair. Sedangkan kata tanah dan air yang tidur juga menyatakan suatu kebekuan. Chairil mampu mengolah pilihan katanya sebaik mungkin walaupun dengan bahasa percakapan tapi mampu menghadirkan makna yang dalam. Hanya ada satu kata yang tidak biasa diucapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu akanan. 2. Analisis Efoni dan Irama Chairil bukanlah penyair yang selalu terikat pada peratturan sehingga kadang-kadang dia tak pernah memperhatikan bunyi yang ada dalam puisinya. Baginya menulis puisi itu adalah suatu kebebasan. Meskipun demikian dalam puisi ini Chairil tetap memperhatikan bunyi walau tidak terlihat secara mencolok. Dalam puisi ini memang banyak efek kakafoninya sehingga tidak bisa dikatakan puisi merdu. Banyak bunyi yang mengandung k,p,t,s seperti kali, cinta, di antara, tua, cerita, tiang serta temali, kapal, perahu, mempercaya, berpaut, mempercepat, kelam, kelepak, pangkal, akanan, kini, tanah, tidur, tiada, aku sendiri, semenanjung, pengap, masih, sekali, tiba,sekalian, selamat, pantai, keempat, penghabisan, terdekap, dan bisa. Kata-kata itu menimbulkan efek kakafoni, meskipun terdapat rima, aliterasi dan asonansi. Seperti rima aabbccddefef , aliterasi tidak-bergerak, pengap-harap serta asonansi ini-kal dan, pada-cerita. Gabungan beberapa unsur bunyi yang terpola tersebut menimbulkan irama yang panjang, lembut dan rendah. Karena irama tersebut menggambarkan kasedihan yang ada pada puisi terbut. Karena irama sajak juga merupakan gambaran akan suasana puisi tersebut. 3. Analisis Penggunaan Bahasa Kiasan Ketidak berdayaan itu dibandingkan Chairil sebagai sebuah gudang, rumah tua, tiang, dsan temali yang tiada berguna. Harapannya kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena mennghempaskan diri di pantai saja. Serta kebekuan hati bagai air dan tanah yang tidur dan tidak bergerak. Selain itu juga terdapat personifikasi pada rumah tua pada cerita, ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang, dan kini tanah dan air tidur hilang ombak dan sedu penghabisan bisa terdekap. Dari kata-kata itu penyair menghidupkan rumah tua yang seakan mampu becerita, dan menghidupkan juga kelepak elang yang mampu menyinggung perasaan orang yang sedang muram. Hari pun dikatakan penyair seakan berlari dan berenang menjauhi dia sehingga dia tidak bisa memutar balik waktu itu. Dia juga berusaha menidurkan tanar dan air sehingga merasa dalamlah kebekuan hati seseorang yang digambarkan. Semuanya ini menyebabkan hanya sendu yang bisa ia peluk bukan orangnya. Sinekdok terlihat pada kata tiang yang sebenarnya adalah rumah, kata kapal dan perahu yang berarti pelabuhan. Kalimat dan kini tanah dan air tidur hilang ombak juga merupakan ungkapan yang hiperbola karena melebih-lebihkan kedekuan hati sang gadis itu. Bahasa kiasan tersebut sebenarnya hanya ingin mengungkapkan makna yang lebih mendalam pada pembaca. 4. Citraan citran yang ada dalam puisi adalah penglihatan ’imagery. Yang mengisyaratkan bahwa pelabuhan kecil itu merupakan tempat perpisahanya. Seolah-olah puisi ini membawa pembaca dengan inderanya untuk melihat suasana pelabuhan yang kecil dan seakan-akan mati. Dengan khayalan yang sudah tergambar Chairil mencoba lagi membawa pembaca lewat puisinya ke dunianya tersebut agar bisa merasahan kesedihan yang dia rasakan. citraan penglihatan tersebut terlihat dari diantara gudang, rumah tua pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut Kalimat tersebut mengajak pembaca mendalami kesunyian yang ada dalam pelabuhan itu dengan melihat keadaan pelabuhan. Dan hal itu sesungguhnya gambaran dari kesunyian sang penyair juga. [disarikan dari berbagai sumber ] ï»żKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. AKU INI BINATANG JALANG adalah sebuah antologi puisi yang sajak-sajaknya dijadikan satu sejak tahun 1942 hingga 1949, dan tentunya sajak tersebut di tulis oleh pengarangnya sendiri, yaitu ialah Chairil Anwar. Karya dari Chairil Anwar sudah sangat melegenda hingga saat ini, terutama yang berjudul Aku Ini Binatang Jalang. Buku ini pertama kali dibukukan pada tahun 1986, saat ini bukunya merupakan cetakan ketiga puluh tiga pada November Anwar, lahir 26 Juli 1922 di Medan, meninggal 28 April 1949 di Jakarta. Chairil Anwar pernah berpendidikan di MULO singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs sekolah yang didirikan oleh belanda, setingkat dengan SMP pada saat ini. Chairil Anwar, pernah mengenyam pendidikan di MULO Medan dan harus berpindah MULO di Jakarta karena mengikuti Ibunya, namun pendidikan Chairil di MULO harus terhenti dikelas dua lalu dia memutuskan untuk belajar sendiri. Meskipun Chairil hanya berhenti sampai kelas dua di MULO, tetapi Chairil Anwar memiliki banyak karya sastra salah satunya ialah Aku Ini Binatang Jalang dan puisi inilah yang menjadikan Chairil Anwar dijuluki sebagai Si Binatang Jalang. Chairil Anwar, dijuluki Si Binatang Jalang karena puisi Aku Ini Binatang Jalang dianggap terlalu individualistis dan berbau pemujaan pada diri sendiri. Chairil Anwar juga dijuluki sebagai pelopor angkatan 45 karena karya-karya dari Chairil Anwar memiliki pembaharuan yang telah mendobrak aturan-aturan kaku yang membatasi kebebasan julukan pelopor Angkatan 45 yang dimiliki oleh Chairil Anwar, membuat saya bernafsu untuk mengulik buku AKU INI BINATANG JALANG. Untuk mencari tahu seperti apa majas-majas yang ada pada puisi dalam buku kumpulan puisi buku kumpulan puisi yang berjudul AKU INI BINATANG JALANG banyak puisi yang ingin saya bahas, tetapi saya memilih satu dari sekian banyak puisi yang ada di dalam buku tersebut untuk saya bahas yaitu puisi yang berjudul “Senja Di Pelabuhan Kecil”. Saya memilih puisi tersebut untuk saya bahas karena puisi tersebut di buat dan di tujukan untuk Sri Ajati, orang yang ia tersebut menggambarkan kepedihan yang mendalam, karena itu lah saya memilih puisi ini. Karena pada puisi yang pada penulisannya melibatkan perasaan penulis pasti sangat banyak majas-majas yang di muat dalam puisi tersebut. Yang akan saya bahas dari puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini yakni tentang majas-majas yang terkandung di dalam puisi tersebut. Pada puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil terdapat” terdapat majas metafora, majas metafora sendiri adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Pada larik “di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali”, “Kapal, perahu tiada melaut” dan “tanah dan air tidur” Chairil Anwar menggunakan kata kiasan untuk memperdalam rasa duka dan pedih yang dia rasakan.“di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali” adalah gambaran dari ketidakberdayaan Chairil Anwar, berfokus pada “tiang serta temali” yang tidak berguna dalam “gudang yang berada di rumah tua”. Chairil Anwar menggambarkan bahwa harapannya kandas bagaikan “kapal, perahu” yang “tiada melaut” berdiam tak berguna di tepi pantai. Chairil Anwar menggambarkan kebekuan hati yang dirasakannya bagai “tanah dan air” yang “tidur” dan tidak juga majas personifikasi yaitu majas yang membandingkan benda-benda mati seperti memiliki sifat seperti manusia, ada beberapa larik dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” yang memiliki majas personifikasi. “Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang”, “dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”, “sedu penghabisan bisa terdekap” pada larik-larik inilah terdapat majas personifikasi. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya Chairil Anwar Senja di Pelabuhan Kecil Ini kali tiada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa berdekap. Analisis Makna Ini kali tiada yang mencari cinta Di antara gudang, rumah tua, pada cerita Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada Berlaut menghembus diri dalam Mempercaya mau berpaut Dalam bait pertama Chairil mencoba menuangkan perasaannya, bagaimana seorang kekasih tidak lagi bersamanya. Si “aku” dalam puisi ini merasakan kesendirian yang memilukan, semenjak ditinggalkan kekasinya. Semuanya memang terlewat, tetapi terlewat tanpa sesuatu yang perlu dikenang. Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang Menyinggung muram, desir hari lari berenang Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak Alam berjalan seperti biasanya, tetapi si “aku” dalam puisi ini tidak dapat merasakan apa-apa. Hanya kesendirian yang setia bersamanya. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan Menyusur semenanjung, masih pengap harap Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan Dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa berdekap Dalam bait terakhir ini si ”aku” sudah mulai terbuka dengan kesendiriannya. Berjalan ke semenanjung, namun pikirannya selalu dalam kesendirian yang mencekam. Namun Si “Aku” masih berharap di akhir perjalanan, dia bisa menemukan kekasihnya dan mendekapnya Sigodang Pos. Sastra LainnyaAnalisis Makna Puisi Aku Chairil Anwar Pengertian Istilah Massa, Pop dan Kitsch Perkembangan Sastra Populer Indonesia

analisis puisi senja di pelabuhan kecil